Eucalyptus deglupta: Ekaliptus Pelangi

Rabu, 28 Februari 2018

     Rainbow eucalyptus atau ekaliptus pelangi adalah pohon yang tidak biasa dengan batang indah tampak berwarna-warni. Batang itu secara berkala menanggalkan lembar demi lembar kulit kayu lapisan hijau di bagian bawah. Lapisan ini kemudian berubah warna. Penanggalan dan perubahan warna terjadi pada waktu yang berbeda di berbagai bagian. Selain itu, berbagai warna baru pun dapat muncul. Efek secara keseluruhan tampak indah dan dari hal tersebutlah pohon ini dinamakan "pelangi".
      Penampilan dramatis yang berbeda, dan tak kalah spektakuler, adalah batang multiwarna dari sebuah pohon gum tropis dari hutan-hutan di New Guinea, yaitu Eucalyptus deglupta. Beberapa ada yang menyebutkan pohon ini dengan sebutan Eucalyptus pelangi dikarenakan batangnya memiliki banyak warna, atau pohon GI-Joe, dari kemampuannya berkamuflase seperti tentara (Lee, 2007).


     Menurut United States Department of Agriculture (USDA): Plant Database (n.d.), berikut merupakan klasifikasi dari Eucalyptus deglupta:
  • Kingdom: Plantae – Tumbuhan
  • Subkingdom: Tracheobionta – Tumbuhan berpembuluh
  • Superdivision: Spermatophyta – Tumbuhan berbiji
  • Division: Magnoliophyta – Tumbuhan berbunga
  • Class: Magnoliopsida – Dikotil
  • Subclass: Rosidae
  • Order: Myrtales
  • Family: Myrtaceae
  • Genus: Eucalyptus
  • Species: Eucalyptus deglupta Blume – Indonesian gum P.

Batang Eucalyptus deglupta
Kulit batang pelangi Eucalyptus deglupta
Bagian daun Eucalyptus deglupta
Bunga Eucalyptus deglupta
     Ekaliptus pelangi dikenal masyarakat Filipina sebagai pohon karet Mindanao, diambil dari nama pulau Mindanao, sedangkan di Indonesia sendiri, pohon ini memiliki banyak nama seperti galang, koyo, leda, leda merah, ledan, leda putih, ongkolan, tampai, tambulilato, tomela (Sulawesi); aren, didia (Maluku).

     Menurut Brink dan Achigan (2012), berikut merupakan ciri-ciri Eucalyptus deglupta:
  1. E. deglupta tumbuh sangat cepat, dan mampu tumbuh dengan laju pertumbuhan annual 2-3 m pada tinggi dan 2-3 cm pada diameter selama sepuluh tahun pertama. Pertumbuhan tunas muda  terus berjalan, jika kelembaban tanah memadai. 
  2. Pohon muda memiliki 'conical crown' dengan susunan yang pasti dan cabang-cabang horizontal. 
  3. Pembungaan terjadi dalam tahun pertama, namun sering kali terjadi setelah tahun kedua dan setiap tahun setelahnya. Pembungaan dapat terjadi pada semua bulan tergantung pada lokalitas.
  4. Munculnya buah mungkin terjadi mulai dari awal 1,5 tahun setelah penanaman, namun lebih sering setelah 3-4 tahun. 
  5. Buah matang dalam 4-6 bulan, setelah biji dilepaskan. 
  6. Dispersal terjadi utamanya dengan bantuan air.
  7. Eucalyptus deglupta adalah satu-satunya spesies Eucalyptus yang teradaptasi di habitat dataran rendah dan hutan hujan montana. 
  8. Tanaman ini tumbuh pada kisaran 2500 m di atas permukaan air laut dengan suhu tahunan rata-rata 20-32oC, rata-rata suhu maksimum dari bulan terhangat 24-33oC, dan rata-rata suhu minimum dari bulan terdingin 16-26oC, rata-rata curah hujan 2000-5000 mm, dan pada musim kemarau 0-1 bulan. 
  9. Eucalyptus deglupta mampu tumbuh pada lingkungan yang lebih dingin tapi tidak toleran terhadap es beku. Eucalyptus deglupta juga ditemukan pada situs yang telah dibersihkan atau terganggu hal tertentu seperti tanah longsor, erupsi vulkanik, dan perladangan berpindah.

     Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (n. d.) mendeskripsikan pohon Ekaliptus pelangi atau yang biasa disebut tanaman Leda, antara lain:
  1. Pohon besar dengan tinggi dapat mencapai 40 m, batang bebas cabang 25 m, dan diameter mencapai 130 cm atau kadang-kadang 240 cm. 
  2. Batang sangat tegak, tidak berbanir atau kadang-kadang berbanir tinggi. 
  3. Kulit batangnya licin, berwarna putih, mengelupas tidak teratur membentuk warna hijau, kuning serta coklat keunguan. 
  4. Daun tunggal; daun muda tersusun berhadapan, bentuk daun bundar telur-lanset; daun tua kedudukannya berhadapan hingga berselang-seling, bentuk daun bundar telur hingga bundar telur-lanset,; berukuran 7,5-15 (20) cm x 5-7,5 cm; ujung daun tumpul hingga melancip; bagian pangkal bundar atau tumpul; tulang daun sekunder menyirip tidak teratur. 
  5. Bunga majemuk bentuk payung, pada ketiak daun atau ujung ranting, tiap payung terdiri atas 3-7 bunga. 
  6. Buah berbentuk bulat telur hingga membulat, berukuran 3-5 mm x 3-5 mm. 
  7. Leda tumbuh asli di Sulawesi pada ketinggian tempat 0-600 meter di atas permukaan air laut (dpl), sedangkan di Irian Jaya sampai ketinggian tempat 1.000 m dpl. 
  8. Di Jawa, Leda ditanam dan tumbuh baik pada ketinggian tempat 0-1.000 m dpl. Leda menghendaki tanah yang subur, dalam, dan mengandung pasir atau abu vulkanis, pada tipe curah hujan A-B sampai C. Jenis ini sering dijumpai tumbuh secara alami di daerah sepanjang sungai.
     Pohon ekaliptus sangat populer dan tumbuh seperti tanaman budidaya di banyak belahan dunia. Menurut Brink dan Achigan (2012) Eucalyptus deglupta memiliki distribusi alami dari Sulawesi (Indonesia) dan Mindanao (Filipina) ke arah timur menuju New Britain (Papua New Guinea). Ini merupakan salah satu dari beberapa spesies Eucalyptus yang tidak ditemukan di Australia. Tanaman ini secara luas ditanam sepanjang daerah tropis lembab, dimana ini sangat penting bagi Eucalyptus. E. deglupta secara luas tersebar sebagai pohon ornamental karena kulit batangnya yang atraktif. Sesuai pernyataan Orwa dkk (2009) bahwa persebaran E. deglupta adalah sebagai berikut: 

  1. Native di Indonesia, Papua New Guinea, dan Filipina.
  2. Eksotik di Brazil, Congo, Costa Rica, Cote d'Ivoire, Kuba, Fiji, Honduras, Malaysia, Puerto Rico, Samoa, Pulau Solomon, Sri Lanka, Taiwan, Provinsi China.
Persebaran Eucalyptus deglupta di dunia
(Orwa dkk, 2009)

     World Conservation Monitoring Centre pada tahun 1992 menyebutkan bahwa Eucalyptus deglupta, kelas Mrytaceae, yang terdistribusi di Filipina, Irian Jaya, dan Papua New Guinea, berada dalam status "endangered" atau terancam punah, dengan ancaman utama seperti pembatasan regenerasi, penebangan, dan pembukaan lahan untuk agrikultur. Menurut Royal Botanic Gardens Victoria (2009), Eucalyptus deglupta terancam punah di berbagai bagian alam karena hilangnya habitat dan penebangan kayu dan kayu bakar. Pemahaman yang lebih baik tentang struktur kependudukannya akan membantu dalam mengelola konservasi, memberikan dasar bagi penelitian masa depan mengenai variasi antar-asal, dan dapat menyebabkan pemahaman spesies yang lebih baik untuk aplikasi komersial.

     Menurut Departemen Kehutanan RI pada tahun (1995), Orwa, dkk (2009), dan Pryde, dkk (2015)  Eucalyptus deglupta merupakan pohon yang dapat digunakan dalam:
  1. Produksi pulp, baik kayu atau kulitnya merupakan sumber bahan yang baik untuk pulp
  2. Kayu sangat berharga (nama dagang: kamarere), cocok untuk konstruksi ringan maupun berat, bahan untuk lantai, furnitur, cetakan, penyusun kapal boat, tiang, tongkat, veneer (lapisan), plywood, partikel board, hardboard, dan papan kayu-wol. Ini juga digunakan sebagai kayu bakar dan untuk pembuatan charcoal
  3. Pohonnya digunakan sebagai reklamasi darat, reforestasi, dan pengayaan hutan. 
  4. Pohon ini telah dipergunakan sebagai timber atau kayu gelondongan. Produk kayu Eucalyptus diekspor terutama ke Vietnam untuk digunakan dalam konstruksi dan perabotan (veneer).
     Eucalyptus deglupta dapat digunakan sebagai naungan beberapa tanaman lain. Dalam penelitian Schaller dkk (2003) menyebutkan bahwa Eucalyptus deglupta digunakan sebagai naungan tanaman kopi di beberapa bagian Costa Rica. Harmand dkk (2007) bahkan menyatakan, dimasukkannya pohon kayu yang tumbuh cepat di perkebunan kopi ini (Eucalyptus deglupta Blume) dapat meningkatkan total biomassa dan mengurangi pencucian nutrien (leaching). 
     Minyak esensial dari daun Eucalyptus deglupta juga dapat melawan nyamuk Culex quinquefasciatus pembawa penyakit kaki gajah. Menurut Pujiarti dan Putri (2017) minyak esensial daun E. tereticornis dan E. deglupta memiliki aktivitas repellant yang kuat melawan nyamuk C. quinquefasciatus. Aktivitas repellant dari minyak kayu putih karena senyawa terpenoidnya digabungkan dengan bau yang tidak disukai oleh nyamuk seperti 1,8-cineole, α-pinene, β-pinene, limonene, benzena, dan nerolidol. Masih banyak potensi yang bisa dikaji untuk kebermanfaatan bersama.


Sumber:


Departemen Kehutanan RI. 1995. Workshop on Regional Planning for Seed Source Development. http://www.fao.org/docrep/005/AC648E.htm. Diakses tanggal 3 Oktober 2017. 





Pujiarti, R., dan Putri K., F. 2017. Chemical compositions and repellent activity of Eucalyptus tereticornis and Eucalyptus deglupta essential oils against Culex quinquefasciatus mosquito. Thai Journal of Pharmaceutical Sciences. 41 (1): 19-24. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
TEMPLATE MODIFIED BY LULUKADA